172 Kepala Desa (keuchik) Studi Contoh,

Gerak Aceh Barat desak APH Untuk Telusuri

Oleh
Koordinator Gerak Aceh Barat Edy Syahputra, Foto ( Dukumen Pribadi)

Aceh Jaya, Asatu.top - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat Edy Syahputra mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk menelusuri rencana kegiatan study contoh di bidang pengembangan wisata ke Yogyakarta yang akan dilakukan oleh 172 kepala desa (keuchik) Kabupaten Aceh Jaya.

Dari informasi yang Gerak Aceh dapatkan via media, disebutkan bahwa Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Aceh Jaya, Teuku Ali Munir membenarkan perihal agenda study contoh yang akan dilakukan oleh para keuchik di Aceh Jaya ke Desa Ponggok, Yogyakarta tahun 2023 dan wajib menyetor uang Rp15 juta perorang kepada pihak ketiga untuk keperluan selama kegiatan termasuk tiket dan hotel.

Nantinya, disebutkan lagi bahwa kegiatan tersebut direncanakan 2 atau 3 gelombang, bagi desa yang belum mengalokasikan anggaran bisa menganggarkan di APBG Perubahan 2023 sehingga bisa ikut serta pada gelombang kedua atau ketiga.

Yang menarik, kata Edy pernyataan Ketua APDESI menyebutkan agenda ke luar daerah ini, merupakan keinginan para Keuchik dalam kabupaten Aceh Jaya, dan sesuai dengan regulasi dan kewenangan kepala desa serta tidak ada intervensi dari pihak manapun.

Atas hal tersebut Gerak Aceh Barat, menilai bahwa kegiatan Studi Contoh adalah nama lain yang sama persis dengan Bimtek. Artinya, kamimelihat kegiatan ini banyak mudharatnya. Ada berbagai pertimbangan kenapa kami sebutkan menjadi mudharat ketimbang manfaat!

Pertama, bahwa dari sekian tahun anggaran dana desa yang terus menerus dikucurkan oleh Kementerian Desa ke daerah untuk mendorong desa lebih maju. Justru kemudian menjadi banjakan menarik keuntungan uang dari oknum atau lembaga tertentu dengan dalih Bimtek, Studi Banding, atau pun nama lainnya, dan terpopuler saat ini adalah studi contoh seperti rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh 172 kepala desa di Aceh Jaya menuju Yogyakarta.

Kedua, bahwa semenjak dana desa dikucurkan di mulai tahun 2015 hingga saat ini. Tidak mungkin aparatur gampong dan perangkat gampong tidak mendapatkan bimbingan tehniks guna meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola dana desa, apalagi mereka saat ini telah didampingi oleh pendamping desa.

Ketiga, justru melihat bahwasannya Dinas yang membidani desa punya tanggungjawab dalam hal mendorong desa lebih maju dalam mengelola dana desa. Bila kemudian misalnya yang terjadi persoalan desa gagal dalam mengelola anggarannya, seharusnya itu menjadi pekerjaan rumah bagi dinas dan pihak yang mendampingi desa.

Ada evaluasi yang menyeluruh dan kemudian melakukan evaluasi yang lebih maksimal guna mendorong aparatur desa lebih optimal mengelola dana desa sehingga dana desa yang telah dikucurkan dari pusat menjadi optimal penggunaanya, dan lebih terarah.

Keempat Pada kesempatan tersebut, ini artinya, pihak dinas bisa saja mengundang dinas yang berkompenten untuk dilakukan ditingkat lokal. Dan tentunya anggaran yang dikeluarkan tidak boros atau pun besar dari pada dipaksakan ke luar daerah seperti rencana kegiatan studi contoh ke Yogyakarta yang tentunya bila dikalikan dengan anggaran Rp.15 juta dikalikan dengan 172 desa maka anggaran yang akan dikeluarkan mencapai Rp.2.5 miliar.

Ke lima, berharap dengan kegiatan yang sudah beberapa kali dilaksanakan tersebut dengan nama kegiatan yang lainnya, maka kami meminta agar Legislatif Aceh Jaya segera memanggil dinas terkait dan Ketua APDESI dan mempertanyakan persoalan kegiatan Studi Contoh ini dan mendesak untuk segera membatalkannya. Apalagi disebutkan bahwa ini adalah keinginan para keuchik, ini artinya kegiatan tersebut bukan sebuah kebutuhan yang sangat mendesak bagi para para keuchik atau kepala desa.

Selain itu, Gerak Aceh Barat melihat kegiatan studi contoh tersebut dipandang dari segi etika, rencana keberangkatan ke Yogyakarta menggunakan dana desa juga tidak elok. Lebih terhormat jika kepala desa menghemat anggaran desa dengan membuat pelatihan-pelatihan di tingkat lokal dengan mendatangkan para pakar di bidang pariwisata guna mengembangkan wisata desa mereka masing-masing.

Atas hal tersebut, Gerak Aceh Barat meminta agar APH untuk melakukan penyelidikan kegiatan studi contoh ini. Apalagi disebutkan bahwa Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Bambang Bachtiar, memberikan perhatian khusus terkait kegiatan sejenis. Bambang Bachtiar tidak melihat urgensi acara-acara ke luar daerah itu. Bahkan dia menilai kegiatan itu sebagai pemborosan.

Kegiatan sejenis dapat dilakukan di Aceh dengan mengundang narasumber terkait topik tertentu yang ingin diketahui kepala desa. Jika digelar di Aceh, tentu biaya operasional yang menggunakan dana desa bisa ditekan.

Dan kami sependapat dengan apa yang telah disebutkan oleh Pak Bambang Bactiar yang menilai bahwa kegiatan bimbingan teknis dan sejenisnya ke luar daerah diduga merupakan modus untuk menghambur-hamburkan uang dana desa. Sebagai komitmen dalam mencegah penghaburan uang desa, Bambang Bachtiar melarang seluruh kepala kejaksaan negeri di Aceh terlibat dalam kegiatan itu jika digelar di luar daerah.

Untuk itu, Gerak Aceh Barat, meminta pihak APH atau Kejati Aceh untuk segera menyelidiki kasus ini dan memanggil Ketua APDESI serta pihak ketiga yang direncanakan akan dipakai untuk kegiatan studi contoh tersebut.

Komentar

Loading...