Tumpahan Batu Bara, Pemerintah Aceh dan Aceh Barat Terkesan Tutup Mata

Oleh
IMG_20240111_141156

Aceh Barat,Asatu.top - Sudah berulang kali terjadinya tumpahan batu bara di laut wilayah Barat Aceh yang mencemari perairan khusunya di Desa Peunaga Rayeuk, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Namun sampai saat ini belum ada tindakan tegas, baik di level Kabupaten Aceh Barat maupun Provinsi Aceh.

Tumpahan batu bara di Pantai Peunaga Rayeuk bukan pertama kali terjadi. Berdasarkan Pantauan tim Yayasan Apel Green Aceh , peristiwa ini sudah berulang kali terjadi di tahun 2023 lalu. Dan celakanya malah masih berlanjut di tahun 2024 ini.

Melihat fenomena sedemikian rupa, seakan telah terjadi pembiaran terhadap pencemaran lingkungan laut. Karena itu, Apel Green Aceh mendesak pemerintah Aceh Barat dan Pemerintah Aceh untuk segera menunjukkan sikap serius dalam rangka mencegah kejadian serupa terulang kembali di kemudian hari.

Direktur Eksekutif Apel Green Aceh, Rahmad Syukur, mendesak PJ Bupati Aceh barat dan PJ Gubernur jangan tutup mata terkait permasalahan tumpahan batubara di pantai peunaga Rayeuk Aceh.

Apel Green Aceh mendesak pemerintah setempat dan pemerintah Aceh untuk segera menginvestigasi pencemaran yang terjadi akibat tumpahan batu bara di perairan Desa Peunaga Rayeuk secara serius.

Apel Green Aceh melihat tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk mencegah terjadinya pencemaran di wilayah laut Aceh Barat.

Padahal, pencemaran ini berdampak besar pada biodiversitas di perairan tersebut. Perlu diketahui, wilayah perairan Meureubo, termasuk di Peunaga Rayeuk, merupakan rumah bagi terumbu karang, penyu, dan berbagai spesies ikan. Terumbu karang sendiri berperan penting sebagai tempat bagi organisme laut mencari makan dan berlindung, hingga untuk berkembang biak. Diperkirakan terumbu karang merupakan rumah bagi 25% spesies laut.

Selain itu, terumbu karang menyediakan fungsi alami sebagai pemecah gelombang yang dapat meminimalisir gelombang laut yang besar. Dengan begitu, keberadaan karang laut dapat melindungi kawasan pesisir dari keganasan gelombang laut yang dapat mengancam keselamatan penduduk yang tinggal dan beraktivitas di pesisir.

Dalam konteks perubahan iklim, terumbu karang merupakan salah satu ekosistem kunci penyimpan karbon bersama dengan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang menggunakan karbon yang berlebihan di dalam laut karena CO2 yang sudah terlarut di dalam air untuk membentuk terumbu yang baru, dengan demikian terumbu karang memiliki peran penting dalam mengatasi perubahan iklim. Ekosistem terumbu karang diperkirakan menyimpan karbon dalam jumlah sekitar 65,7 juta ton per tahun.

Selain itu, terumbu karang yang sehat merupakan indikator perairan yang sehat yang menjadi tumpuan utama bagi para nelayan. Terumbu karang yang sehat menjadi jaminan bagi penghasilan nelayan, terutama para nelayan adat di kawasan adat Panglima Laot. Sebagai informasi, kawasan perairan Meureubo merupakan kawasan konservasi laut (KKL) dan menjadi bagian dari kawasan adat Panglima Laot.

Karena itu, kerusakan pada terumbu karang akibat tumpahan batu bara di perairan Meureubo merupakan kerugian besar bagi Aceh Barat. Kerusakan pesisir ini merupakan kerusakan alam yang besar karena mengancam kesejahteraan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut. Dengan adanya pencemaran ini, nelayan harus berlayar lebih jauh dengan risiko yang lebih tinggi dan ongkos produksi yang lebih tinggi.

Apel Green Aceh menilai DLHK Aceh Barat terkesan sangat tidak komprehensif terhadap kejadian tumpahan batubara. Apa lagi jika kita lihat berita bahwa dinas tersebut mengatakan bahwa tumpahan batu bara tidak merusak lingkungan, makankami ingin mengatahui atas dasar apa kepala dinas mengatakan hal tersebut?. Apakah atas hasil dari penyelidikan atau hasil lab?. Jikalau benar, tolong sampaikan ke publik temuan tersebut. Sebab sampai saat ini kita tidak pernah melihat dinas mempublikasikannya.

Menurut pantauan Apel Green Aceh, pemerintah Aceh memang pernah memanggil pihak peusahaan berdasarkan surat bernomor 660/9576 pada tanggal 07 juni 2023 dan melakukan duduk bersama di Ruang Rapat Pontensi Daerah 1 Sekda Aceh. Kami tdak mengetahui hasil dari pertemuan tersebut sampai hari ini. Dengan adanya kejadian berulang, Apel green Aceh melihat upaya pemerintah Aceh Barat dan Pemerintah Aceh hanya sebatas seremonial belaka tanpa diikuti ketegasan berupa pemberian sanksi maupun pencabutan izin.

Maka melalui siaran pers ini Apel Green Aceh berharap pemerintah di segala level agar lebih serius lagi dalam menindak pelaku pencemaran perairan Meureubo.

Adapun upaya cuci tangan dengan melibatkan masyarakat sebagai pengumpul batu bara yang dihargai Rp 20 ribu per karung, "kami tekankan sebagai upaya 'pembungkaman' terhadap nalar kritis masyarakat. Uang tersebut tak sebanding dengan kerusakan yang tercipta dan menyebabkan pelaku terhindar dari tindakan yang semestinya yaitu bertanggung jawab membersihkan secara tuntas dan melakukan pemulihan ekosistem.

Komentar

Loading...