Gerak Aceh Barat Mencium Aroma Korupsi di Pembagunan Rumah Hewan

Oleh
Koordinator Gerak Aceh Barat Edy Syahputra, Foto ( Dukumen Pribadi)

Aceh Barat, Asatu.top - Terkait pembangunan rumah potong pasar hewan
didesa Suak Nie, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat Terindikasi Korupsi dan berbau Nepotisme.

Hal itu dikatakan Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syah Putra pada rilis yang diterima media Asatu.top, Senin 31 Januari 2022.

"Pembangunan rumah potong pasar hewan
diduga telah menyalahi ketentuan perudang-undangan seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2O19 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, lantaran lebih dahulu didahulukan pembangunan dari pada pengadaan tanah," katanya.

Dalam Pasal 3 ayat (1) sambung Edy, bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Atas dasar itu, Koordinator Gerak Aceh Barat, menyebut bahwa pembangunan dengan menggunakan uang negara tersebut terindikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Dan menduga ada kepentingan lain dalam hal ini, dimana diketahui bahwa usulan pengadaan tanah untuk pembangunan pasar hewan tersebut baru muncul di APBK Tahun 2022 dengan nilai anggaran mencapai angka Rp 4 miliar lebih untuk pembebasan tanah tersebut.

"Bagaimana mungkin, pembangunan gedung yang memakan anggaran negara sebesar Rp. 631 juta dari pagu anggaran yang di usulkan sebesar Rp. 651 juta serta berada di bawah satuan kerja Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat bisa dilaksanakan proses pelelangan dan pekerjaannya ditahun 2021 lalu," sebut

Lanjut Koordinator Gerak Aceh Barat, edy, ada tahapan anggaran yang sudah dikangkangi oleh pemerintah dan dinas terkait, yaitu tahapan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan.

Dari data dokumen yang Gerak Aceh Barat dapatkan, bila mengacu kepada penandatanganan kontrak untuk pekerjaan pembangunan pasar hewan ini sudah dilakukan pada awal November 2021 lalu dan dimenangkan oleh perusahaan CV. Rencong Muda yang beralamat di Banda Aceh.

"Bila melihat Pasal 22 ayat (1) dalam proses penyusunan APBD, Kepala Daerah dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh sekretaris daerah dan dalam melaksanakan tugasnya TAPD dapat melibatkan instasi sesuai dengan kebutuhan.

Dengan begitu Gerak Aceh Barat mempertanyakan setiap pengeluaran daerah terutama terkait pembangunan pasar hewan yang dimana harus memiliki dasar hukum yang melandasinya.

Maka itu, Gerak Aceh Barat mendesak pihak terkait untuk menjelaskan hal ini kepublik dan bisa mempertanggung jawabkannya secara hukum, hal ini penting dilakukan agar public mendapat penjelasan lebih akurat,

dan tentunya secara hukum Gerak Aceh Barat meminta agar pihak berwenang dalam hal ini aparat penegak hukum untuk menelusuri atau memeriksa mekanisme proyek pembangunan pasar hewan tersebut yang diduga telah keluar dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bahkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 22/PRT/M/2018 Tentang Bangunan Gedung Negara dimana dalam Bagian Kedua tentang Persyaratan Administratif pada Pasal 4 ayat (1) adanya Persyaratan administratif yang meliputi a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan (IMB) gedung. Sedangkan pada ayat (2) Selain persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bangunan Gedung Negara harus dilengkapi dengan a. dokumen pendanaan; b. dokumen perencanaan; c. dokumen pembangunan; dan d. dokumen pendaftaran. Sedankan pada Pasal 5 ayat (1) Setiap Bangunan Gedung Negara yang berdiri sebagian atau seluruhnya di atas dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum harus memiliki kejelasan status hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a. dan pada ayat (2) Status hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa a. sertifikat tanah; dan/atau b. bukti izin pemanfaatan atas tanah dari pemegang hak atau pengelola barang negara atau daerah atas tanah kepada K/L dan OPD yang bersangkutan.

Atas hal ini, bila benar dugaan ini terjadi, maka Gerak mengingatkan tentang adanya penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang dilakukan secara bersama - sama oleh pemerintah dan juga legislatif Aceh Barat.

Dimana pada PP Nomor 28 Tahun 2O2O Tentang Perubahan Atas PP NOMOR 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah pada Pasal 1 yang dimaksud dengan Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Artinya, status kepemilikan tanah masih menjadi milik orang lain, padahal daerah telah mengalokasikan dana pembangunan tersebut dalam APBK 2021.

Komentar

Loading...