Pelaku Seksual Terhadap Anak Harus Dihukum Sesuai UU Perlindungan Anak

Oleh
Direktur YLBHI-LBH Banda Aceh, Syahrul, S.H., M.H Foto ( Dokumen Pribadi)

Banda Aceh, Asatu.top - Terkait kejatahan seksual terhadap santri yang masih dibawah umur (anak) yang diduga dilakukan oleh dua orang guru pengajian bahkan salah satu diantaranya diduga pimpinan pesantren di seputaran Kota Lhokseumawe.

Korbanya tidak tanggung-tanggung diduga mencapai lima belas orang dan kejadian ini telah terjadi berulang kali bahkan bebarapa korban sudah mengalami tiga sampai lima kali bahkan ada yang tujuh kali sodomi.

Para pelaku tidak hanya telah mengotori moralnya sebagai manusia, tetapi juga telah menghina agama sebagai pendidik dan itu terjadi di daerah yang dikenal sebagai serambi mekkah, daerah yang kekuatan agamanya masih sangat melakat dalam kehidupan sehari hari.

Dengan itu, Direktur LBH Banda Aceh Syahrul, S.H., M.H, memberi apresiasi kepada aparat kepolisian di jajaran Polres Lhokseumawe yang telah cepat dan sigap dalam bertindak atas laporan orang tua korban untuk menagkap dan melakukan penahanan terhadap kedua yang diduga pelak.

"Berharap pihak kepolisian harus clear dan jelas dalam melihat kasus ini. ini adalah kasus kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak, dan harus dikenakan undang-undang perlindungan anak jangan kemudian digiring ke Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat," kata Syahrul Kepada Asatu.top

Menurut Direktur LBH Banda Aceh, Pasal 47 Qanun Jinayah adalah pelecehan seksual yang korbannya secara umum, yang kemudian jangan serta merta pasal ini bisa dilekatkan kepada pelaku seksual yang korbannya adalah anak.

"Kita membaca dan mengikuti pernyataan Kapolres Lhokseumawe di beberapa media, dengan jelas beliau menyebutkan bahwa pelaku diancam dengan Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat," katanya.

Sambung Syahrul, S.H., M.H, Jika kemudian, kasus ini Benar-benar dikenakan qanun jinayah maka LBH ( Lembaga Bantuan Hukum) Banda Aceh, menduga ada pemahaman aparat penegak hukum terhadap aturan yang berlaku.

Negara telah sepakat bahwa kejahatan terhadap anak adalah kejahatan yang extra ordinary crime, termasuk kejahatan seksual terhadap anak, makanya dilahirkanlah aturan khusus untuk melindungi anak melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang saat ini telah mengalami dua kali perubahan.
Bahkan pada perubahan pertama undang undang perlindungan anak telah mamasukkan unsur perlindungan anak dalam lingkungan pendidikan.

Maka itu, pihak kepolisian wilayah hukum Kota Lhokseumawe disarankan membuka pasal 9 ayat 2 dan pasal 54 Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

"Jika kasus ini ditangani dengan undang-undang perlindungan anak, Hukuman yang akan didapatkan oleh pelaku bisa saja samapai dengan 15 tahun penjara dan dendanya juga lebih besar," sebutnya.

Apabila kasus ini hanya dikenakan Pasal 47 Qanun Jinayah LBH Banda Aceh, khawatir banyak hak anak yang menjadi korban sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang perlindungan anak akan hilang, seperti hak untuk pemulihan, hak untuk mendapatkan restitusi (ganti kerugian sebagai korban tindak pidana) dan hak hak lain yang diatur dalam undang-undang perlindungan anak.

"Saat ini kami sedang menunggu bahkan sedang mencari tahu tentang korban dan keluarga korban untuk bisa kami damping agar anak yang menjadi korban agar mendapatkan hak-haknya," Tutup Direktur LBH Banda Aceh Syahrul, S.H., M.H. Sabtu, 13 Juli 2019.

Komentar

Loading...