Gerak Desak PJ Bupati Nagan Raya Untuk Tertibkan Perusahaan Yang “Nakal”

Oleh
Koordinator Gerak Aceh Barat Edy Syahputra, Foto ( Dukumen Pribadi)

Nagan Raya, Asatu.top - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat melalui koordinatornya, Edy Syah Putra mendesak Pemerintah Kabupaten Nagan Raya untuk mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin terhadap perusahaan tambang di Kabupaten Nagan Raya yang hingga saat tidak memberikan dampak positif bagi daerah.

Dari data GeRak Aceh Barat, Kata Koordinator Edy Syahputra tercatat ada empat perusahaan tambang yang statusnya berbeda-beda. Pertama, PT. BARA ENERGI LESTARI (BEL) dengan status adalah IUP Operasi Produksi, dengan luas area 1.495.00 hektare, dengan nomor izin 545/DPMPTSP/1355/IUP-OP./2017, dan berakhir pada 09/26/2027, saat ini diketahui sedang melakukan eksploitasi pengambilan batu bara di Desa Kuta Aceh, Kecamatan Seunagan.

Kedua, perusahaan tambang PT. MEGA MULTI CEMERLANG, dengan nomor izin 545/DPMPTSP/1210/IUP-OP./2018, dengan luas area yaitu mencapai 7.943.00 hektare, dengan status IUP Operasi Produksi, dan berakhir pada 05/03/2028.
Ketiga yaitu PT. INDONESIA PACIFIC ENERGY (IPE), dengan luas area 4.937,00 hektare, dengan tahapan status izin yaitu IUP Eksplorasi.

Adapun tahapan datanya adalah pertama, dengan SK No. 545/84/SK/Rev.IUP.Eksplorasi/2012, dengan izin masa berlaku dari tanggal 24-09-2007 s/d 23-09-2014, yang kedua SK dengan No. No. 545/363/2014 (Suspensi), dengan masa berlaku dari tanggal 19-09-2014 sampai dengan 18-09-2015.

Dan yang ke empat, dari informasi yang kami dapatkan baru dikeluarkan pada 2021 kemarin dengan nama perusahaan PT. UNIVERSAL PRATAMA SEJAHTERA, dengan nomor SK 545/DPMPTSP/606/IUP-EKS./2021 dan luas area mencapai 4.934,00 hektare, dengan status adalah IUP Eksplorasi dan masa berlaku hingga 15-05-2028.

Namun, fakta dilapang, bahwa tiga data yang GeRak dapatkan sebutkan pertama, hanya PT. BEL yang aktif melakukan operasi produksi, sedangkan PT. MEGA MULTI CEMERLANG dengan status IUP OP hingga saat ini tidak melakukan tindakan apapun dilapangan. Sedangkan perusahaan tambang PT. Indonesia Pacific Energy statusnya adalah izin IUP Eksplorasi.

Yang menarik adalah, Sambung Edy Syahputra bila lihat kronologi keluarnya SK terhadap dua perusahaan tersebut (PT. MEGA MULTI CEMERLANG dan PT. Indonesia Pacific Energy) sudah berjalan hingga tahunan. Atas dasar ini dirinya sangat menyayangkan, tidak semua perusahaan tambang melakukan penambangan.

"Meski sudah mengantongi izin, ada perusahaan yang tidak aktif," sebutnya.

Untuk Itu, GeRak Aceh Barat mendesak
Pj. Bupati Nagan Raya harus bersikap tegas, serta evaluasi terhadap izin yang masih berlaku dan kemudian mengeluarkan rekomendasi pencabutan terhadap izin yang tidak melakukan aktifitas pertambangannya.

Selain itu, keberadaan PT. IPE di Kabupaten Nagan Raya di Minerba One Data Indonesia (MODI), tidak ditemukan data perusahaan tambang tersebut, namun hanya untuk wilayah Kabupaten Aceh Barat keberadaan PT. IPE terdaftar dengan nomor SK perizinan yaitu 545/BP2T/917/IUP-OP./2016 dengan tahapan Operasi Produksi.

Dengan status pemilik atau pemegang saham tercatat atas nama PT. MEGA MULTI CEMERLANG sebanyak 99.8 persen, dan atas nama VALENT YUSUF sebanyak 0.2 persen saham. Atas dasar itu GeRak Aceh Barat mempertanyakan izin IUP PT. IPE di Nagan Raya.

Selain itu, dari laporan masyarakat di sekitar area tambang PT. IPE, yaitu Desa Alue Buloeh dan Krueng Mangkong, adanya persoalan tanah atas status lahan perusahaan di area yang masuk dalam desa mereka.

Dimana ada masyarakat sekitar yang ada tanahnya berada dalam area IUP namun tidak bisa menggarap atau kemudian menjuak tanah tersebut ke pihak lainnya.

Menilai, bahwa hal tersebut nyatanya menimbulkan dampak negatif atas keberadaan perusahaan tambang tersebut. Dan menurut hemat, bila dilihat dari jangka waktunya, sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 83 huruf e, jangka waktu kegiatan eksplorasi Pertambangan Batubara dapat diberikan selama 7 (tujuh) tahun. Artinya, batas waktu semenjak diberikan izin terhadap perusahaan IPE telah melewati masa tahapan pemberian izin eksplorasi, dan ini harus dijelaskan sedetail mungkin kepublik oleh dinas terkait.

Tentunya, Koordinator GeRak Aceh Barat, berharap, terhadap perusahaan yang telah mengantongi izin, tidak menikmati bisnis portofolio dan mengakses kredit dan penjualan saham atas izin yang sudah mereka dapatkan, bagaimanapun, itu pengkhianatan terhadap sumber daya mineral di Aceh yang mereka ambil percuma-Cuma tanpa memberikan konstribusi nyata ke rakyat Aceh.

Maka itu, dirinya mempertanyakan sampai sejauh mana tahapan status terhadap perusahaan PT. Mega Multi Cemerlang dan IPE, seperti yang diamanahkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan Atas UU Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, misalnya dalam rencana reklamasi, rencana paska tambang (Pasal 99) dan Pasal 100 menyangkut dengan penempatan jaminan reklamasi dan/atau jaminan paska tambang.

Untuk itu, pemerintah terkait harus menelusuri, bagaimana kemudian kewajiban mereka untuk membayar pajak PNBP berupa iuran tetap sebagaimana yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 1823 K/30/MEM/2018. Terutama pemasukan untuk daerah penghasil tambang tersebut.

Ini penting, bahwa ada kewajiban yang harus mereka lakukan, terutama soal kewajiban PNBP yang harus mereka bayarkan. Sudah sepatutnya, Pj Bupati Nagan Raya mengirimkan surat secara resmi kepada dinas atau kantor pajak terkait untuk mempertanyakan kewajiban tersebut, dan kemudian bila ditemukan ada hal yang tidak dijalankan (kewajiban), maka sudah semestinya pemerintah meminta kepada pihak Bank untuk melakukan pemblokiran rekening terhadap perusahaan yang masuk daftar perusahaan penunggak PNBP, dimana tujuannya adalah agar memberikan efek jera kepada perusahaan yang diduga “nakal.”

Harus dipahami bahwa iuran dari pemegang IUP menjadi penerimaan bagi negara. Kalau kemudian iuran tak dibayarkan, maka tentunya negara jelas dirugikan sebab izin penggunaan garapan lahan sudah diberikan kepada perusahaan tambang.

Bahwa iuran merupakan penerimaan negara dari bukan pajak. Dimana persentasenya sebesar 20 persen menjadi hak pemerintah pusat, 16 persen untuk pemerintah provinsi, untuk kabupaten/kota penghasil yaitu 32 persen, untuk kabupaten/kota 32 persen masuk ke kas pemerintah kabupaten/kota dalam satu provinsi.

Hal lain yang patut segera dilakukan, adalah kami ingin pemerintah bersikap tegas dan tidak plintat-plintut atas perusahaan yang bermasalah tersebut, dan tentunya kami menduga tidak hanya di Nagan Raya, akan tetapi juga ada di Kabupaten Aceh Barat. Ini penting, bila nantinya ada pencabutan dilakukan, maka kami menyakini bahwa ini merupakan upaya menata tata Kelola pertambangan menjadi lebih baik.

Bila kemudian pemerintah masih bertele-tele dan tidak bersikap, maka bukan tidak mungkin, publik akan menilai dan kemudian menimbulkan kesan bahwa ada pembiaran terhadap aktifitas tambang terhadap perusahaan yang dianggap skalanya adalah besar sehingga tidak berani diambil sebuah keputusan.

Komentar

Loading...