Carona, Sudah Waktumu untuk Pergi

Oleh
Nursyahrina

Asatu.top - “ Neuk, segera mandi dulu. Nanti baru istirahat lagi.” Suara Mak memecahkan lamunanku. Yaampun, berapa banyak berita duka yang sudah kuterima akhir-akhir ini.

Bagaimana tidak ?, nampaknya hampir setiap hari ada saja kasus orang yang meninggal dunia. Entah itu karena kecelakaan atau kematian yang bahkan tidak diketahui penyebabnya. Aku bisa menghitung suara mak pasti akan kembali setelah 15 menit jika aku tak segera mandi.

Palingan ancaman yang sama. Dalam minggu ini pula entah berapa Tilam Guloeng yang sudah kuantarkan ke rumah-rumah duka. Bukannya mandi, langkahku mendekati benda pusaka yang menjadi adat turun temurun keluarga. Sebagai seorang putri yang terlahir dari keluarga pemangku adat dan penyuka semua tradisi Nagan, sudah sepatutnya aku memahami ini semua.

“ Neuk, segera mandi dulu Mak bilang, setelah itu jangan lupa antarkan Tilam Guloeng ini kerumah Wa Mala”. Ya, kali ini suara Mak mungkin terdengar lebih lantang dan serius. Apabila tidak dihiraukan, bisa saja terjadi Perang Dunia III di rumah ini. Dan bisa dipastikan seluruh badanku akan basah di “mandikan” dengan paksa oleh Mak. Seperti biasanya, Mak akan mengguyurku dengan segayung air apabila sedang marah. Begitulah Mak, jujur saja Mak adalah tipikal orang yang cerewet tapi penyayang menurutku. “Iya Mak, Rina mandi sekarang”, sahutku sambil berlalu meninggalkan Mak.

Suasana rumah Wa Mala lebih ramai dan lebih riuh daripada biasanya. Terdengar berbagai jeritan dan “moe ba e” dari para ibu-ibu yang mengunjungi rumah duka. Beberapa keluarga dekat bahkan meraung-raung dan ada pula yang terjatuh hingga pingsan. Nampaknya kepergian suami Wa Mala menyisakan kesedihan yang amat mendalam di hati keluarga. Namun, peristiwa ini sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Bahkan n ini termasuk ratapan yang masih dibilang tingkat rendah dibanding dengan beberapa rumah yang sudah kudatangi. Fokusku hanyalah menyelesaikan tugas yang diembankan Mak kepadaku.

Sesekali kulirik wajah ibu-ibu yang menangis dan meraung sambil mengisahkan beberapa kenangan manis yang ditinggalkan oleh suami Wa Mala, meskipun mereka telah berkali-kali diperingatkan oleh Teungku bahwa ada azab yang pedih menimpa mayat apabila hal tersebut dilakukan. Namun tetap saja kesedihan mendalam tersebutmasih terus belanjut sampai akhirnya pekerjaanku selesai. Aku telah menempatkan riasan Tilam Guloeng tepat pada kepala jenazah dan menghias beberapa tirai di kamar sebagai penghormatan terakhir kepada jenazah. Ada 2 Tilam guloeng yang sudah tersusun, seperti sebuah simbol tersirat bagi setiap orang yang berbela sungkawa bahwa suami Wa Mala punya 2 orang anak laki-laki bisa dilihat dari kedua susunan benda ini.

Baru saja membalikkan bada dan bergegas pulang, sayup-sayup ku dengar suara berat khas suara bapak-bapak. “dengar-dengar Virus Corona semakin menyebar ya sekarang, bahkan anak-anak pun harus mengenakan masker jika pergi ke sekolah”, ucap Pak Man salah satu Aparat Gampong Cot Gud alias kampung halaman ku ini. “Halah, pane na lagoe. Sep di peubangai le pemerintah manteng (alah mana ada, kita Cuma dibohongi pemerintah saja”, balas Pak Faisal yang juga merupakan salah satu Aparat Gampong. Tampaknya Virus corona tetap menjdi pembahasan wajib di setiap pertemuan kali ini. Meskipun tak seluruh masyarakat yang membicarakan hal tersebut menaati peraturan kesehatan selama pandemi virus ini melanda.

“Tapi masalahnya sekarang bukan pada virusnya, coba lihat di Tv-Tv, sekarang banyak shaf shalat yang di jarangkan. Entah mazhab siapa yang mereka anut tersebut. Ku rasa ini adalah salah satu trik kafir la’natillah untuk menghancurkan islam” sambung Pak Diman sambil membungkus Rukok Oen nya. Ya, hanya Virus Coronalah yang nampaknya menjadi perbincangan hangat saat ini.

Namun, terlepas dari percaya atau tidaknya terhadap wabah virus ini. Apa salahnya jika diikuti saja protokol-protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Coba saja diamati, kita mendengar hampir setiap hari kasus-kasus kematian. Meskipun bukan di sebabkan Virus Corona. Tapi siapa tau, bisa saja penyebab kematiannya ditutup-tutupi.

Pandemi jelas telah banyak membawa pergi nyawa-nyawa manusia baik itu dari kalanganan biasa, tim medis, atau orang dengan jabatan yang tinggi sekalipun. Pandemi cepatlah menjauh dari negeri kami.

Kami rindu untuk beraktifitas dengan normal kembali. Sudah cukup kamu mengunjungi kami untuk menerapkan kebiasaan bersih dan sehat. Sekarang, kami hanya ingin hidup bermasyarakat, mengikuti serangkaian kegiatan keagamaan dan kebudayaan seperti sebelum-sebelumnya.

Penulis : Nursyahrina

Komentar

Loading...