Perbaikan Jalan Meulaboh-Tutut Diduga “Cileut-cileut”

Oleh
Koordinator GeRAK Aceh Barat Edy Syahputra, Foto (Net)

Aceh Barat, Asatu.top - Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat menilai pekerjaan ulang Jalan Meulaboh - Tutut yang sudah selesai pada 2018, terkesan asal jadi alias “cileut-cileut”

"Hal ini didasari atas dasar laporan masyarakat dan juga pantauan dilapangan. Ada beberapa titik jalan yang kembali rusak atau berlubang, seperti dikawasan Desa Cot Trung dan juga Desa Putim, Kecamatan Kaway XVI, Kabupaten Aceh Barat, dan tentunya hal tersebut sangat membahayakan bagi pengendara kendaraan, baik roda empat atau dua apabila terjatuh kedalam lubang tersebut," kata Koordinator Gerak Aceh Barat, Edy Syahputra.

Atas dasar hal tesebut, Gerak Aceh Barat mendesak pihak penegak hukum, baik polisi dan kejaksaan untuk bersungguh-sungguh melakukan pemeriksaan atas kondisi jalan yang kembali rusak, padahal belum satu tahun pemakaiannya.

Sebelumnya, kita sudah pernah melaporkan kasus kerusakan jalan tersebut kepada pihak penegak hukum, baik kepolisian dan kejaksaan di Aceh Barat. Terkhusus untuk Kejaksaan Negeri Aceh Barat, kita bahkan meminta agar segera melakukan pengusutan atas kondisi jalan.

"Secara tegas meminta aparat penegak hukum (jaksa) untuk memeriksa kualitas proyek jalan tersebut, dimana paska serah terima proyek dari pelaksana kepada pemerintah daerah (disitilahkan PHO), tidak berapa lama, jalan tersebut sudah berlubang dan terkelupas aspalnya, tentu saja, masyarakat umumnya berpikir bahwa kualitas jalan tersebut tidak begitu baik dan terkesan cileut-cileut dan beu kaleuh siap saja untuk dikerjakan," katanya

Seharusnya dalam proses perencanaan dan pekerjaannya, mereka, pelaksana proyek paham betul akan kondisi ini. Jadi tidak hanya kejar tanyang, tapi mengabaikan kualitas pekerjaan. Patut diingat juga, bahwa jalan Meulaboh-Tutut ini adalah jalan lintas utama warga dan bahkan jalan lintas antar kabupaten (Aceh Barat-Pidie).

Pada 2018 lalu kita sudah menyampaikan laporan kepada Kejaksaan Negeri Meulaboh dimana disebutkan bahwa pihaknya (kejaksaan) masih menunggu penyelesaian jalan tersebut hingga akhir tahun 2018 ini, sesuai dengan masa kontrak antara rekanan dengan Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Aceh.

Atas tersebut, mengingat ini sudah habis masa pemeliharaannya dan jalan sudah diperbaiki kembali dan kembali rusak. Kita berharap agar penegak hukum untuk menunjukkan taji hukumnya dalam proyek yang menggunakan dana Otonomi Khusus Aceh (Otsus) tahun 2017 dengan pagu anggaran 5.7 Miliar tersebut.

Diketahui bahwa nilai pagu anggaran proyek pemeliharaan jalan berkala tersebut sekitar Rp 5.6 M dan kemudian dimenangkan oleh PT. Citra Karsa dengan nilai harga penawaran Rp. Rp 5.5 M sekian,

Dengan itu, Gerak Aceh Barat menduga dari awal proses pelaksanaan pekerjaan ditahun 2017 lalu adalah proyek gagal dalam proses pengerjaannya, sehingga menyebabkan di beberapa titik yang dibangun mengalami kehancuran (aspal terkupas) dan sudah tergenang air.

Sebagaimana tertulis didalam Lampiran I Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 03/Prt/M/2015 Tentang Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang yang menyebutkan tentang Tahapan penanganan jalan provinsi dan kabupaten/kota dalam pemanfaatan DAK, meliputi: Kegiatan Pemograman dan Penganggaran terdiri atas: Penyusunan Daftar Ruas Jalan; Penyusunan Daftar Ruas Jalan Prioritas; Penyusunan Program Penanganan; Penyusunan Rencana Kegiatan (RK). Dengan maksud penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah sebagai acuan dan pegangan bagi para pelaksana dan pihak terkait lainnya dalam penyelenggaraan kegiatan Subbidang Jalan. Dan bertujuan menjamin pelaksanaan/pengelolaan DAK Subbidang Jalan sesuai dengan ketentuan, tertib dalam pelaksanaan, dan tepat sasaran.

Dimana dalam lampiran I Peraturan menteri pekerjaan umum Dan perumahan rakyat Republik indonesia Nomor 03/prt/m/2015 Tentang Penggunaan dana alokasi khusus bidang Infrastruktur menyebutkan tentang Pemeliharaan Berkala (PM) adalah kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang diperhitungkan dalam desain, agar penurunan kondisi jalan dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai dengan rencana.

Sambung Edy, mengapa kondisi jalan yang menggunakan dana Otsus dari provinsi itu punya kualitas buruk, hal ini disebabkan oleh kualitas konstruksi yang buruk, spesifikasi penentuan dan pengawasan pekerjaan yang lemah dari dinas yang melakukan pengawasan jalan tersebut, dan untuk itu meminta agar aparat penegak hukum untuk memeriksa kualitas pekerjaan jalan.

Pengawasan Tidak Maksimal

Pada dokumen anggaran tahun 2017 lalu, disebutkan bahwa pengawasan teknis jalan dan jembatan Wilayah Kabupaten Aceh Barat (Otsus Aceh) telah dialokasikan dengan pagu anggaran sebesar Rp. 1,1 M. Dimana teknis pengawasan tersebut dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Aceh. Di 2018, anggaran sebesar Rp. 750 juta kembali dikucurkan oleh dinas PUPR yang membidani bidang jalan dan jembatan wilayah Aceh Barat dan Nagan Raya.

Artinya, anggaran yang setiap tahun digelontorkan oleh pemerintah untuk memaksimalkan proyek-proyek jalan dan jembatan yang dikerjakan di kabupaten/kota melalui dana otonomi khusus seharusnya menjadi lebih baik.

Berat dugaan, fungsi pengawasan ini tidak berjalan maksimal, seperti contoh kualitas jalan Meulaboh-Tutut yang kesannya menjadi tambal sulam. Dan mungkin saja pelaksanaan proyek pemeliharaan jalan berkala Meulaboh-Tutut tersebut tidak mengacu pada kerangka acuan kerja (KAK), dan akibatnya proyek yang dikerjakan tidak sesuai dengan ketentuan

"Seharusnya, kalau memang mereka (pengawas) “peka” dengan kejadian atau temuan dilapangan. Maka sepatutnya dan seharusnya, apa yang mereka temukan dilapangan berdasarkan fungsi yang mereka punya, dapat mengingatkan si penyedia agar melaksanakan pekerjaan proyek sebaik mungki," tutupnya.

Komentar

Loading...