Warga Cot Mee Gelar Pertemuan Rutin Bahas Sengketa dengan PT Fajar Baizury & Brothe’s

Oleh
Masyarakat Cot Mee, Memengang Spanduk yang bertulis, kembalikan lahan kami,

Asatu.top, Nagan Raya - Warga Desa Cot Mee, Kecamatan Tadu Raya, Kabupaten Nagan Raya kembali menggelar pertemuan rutin membahas masalah penyerobotan tanah adat desa mereka oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Fajar Baizury & Brother's.

Pertemuan rutin berlangsung di salah satu kafe yang ada di Meulaboh, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, pada Minggu, 18 November, sore.

Warga dalam pertemuan itu digiring oleh paralegal LBH Banda Aceh. Turut serta dalam pertemuan tersebut, Keuchik Cot Mee, Abdul Manan. Di dalam pertemuan, dibahas langkah yang akan dilakukan menindaklanjuti adanya upaya melemahkan pergerakan warga yang menuntut tanah adat dikembalikan melalui iming-iming dana kompensasi oleh perusahaan.

Sebagai catatan, sengketa penguasaan lahan yang diyakini sebagai tanah adat warga mencuat sejak Sertifikat Hak Guna Perusahaan (HGU) terbit pada 20 November 1991. Dan kembali mencuat pada 2013 lalu.

Sebagai catatan, HGU PT Fajar Baizuri & Brother’s seluas 9.311,0862 hektare terletak di Desa Rambong, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya dengan koordinat batas-batasnya terdapat di Desa Cot Rambong, Alue Bata dan Padang Ceuko Kecamatan Kuala.

Areal Hak Guna Usaha adalah berdasarkan HGU No. 6 Tahun 1991 seluas 9.311,0862 hektare, terdiri dari 4.355,09 hektare yang terletak di Kecamatan Kuala, Kuala Pesisir dan Tadu Raya. Dan 4.956,00 hektare yang terletak di Kecamatan Tripa Makmur. Hal inilah yang dianggap sebagai dasar warga bahwa tanah adat warga tidak masuk dalam HGU perusahaan tersebut.

Hasil pertemuan, warga sepakat mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi.

"Kita akan memperkuat dan mendata orang-orang yang masih belum menerima uang peunayah dari perusahaan tersebut," ujar seorang lelaki yang paling tua diantara warga. Lelaki bernama Ibnu Hajar tersebut juga melempar ide soal pembentukan koordinator perjuangan.

Sebagai catatan, uang peunayah yang dimaksud adalah dana kompensasi sebesar Rp 5 juta per KK yang diberi perusahaan kepada warga. Pemberian uang peunayah ini diberikan via calo.

"Koordinator itu perlu. Agar perjuangan tidak terhalang sama satu orang saja. Nanti bisa ganti-ganti," cetusnya.

Sementara, Abdul Manan, selaku kepala desa dirinya mendukung setiap hal yang dilakukan oleh warga dalam memperjuangkan tanah adat desa yang diyakini diserobot oleh perusahaan.

"Ya, yang terpenting beu-kompak. Jangan sana ladum, sini ladum," ucapnya dalam bahasa Aceh. Arti dari kalimat ini: Dalam berjuang harus kompak, jangan terpecah belah.

Komentar

Loading...