GeRAK Aceh Barat: praktek “Buruk” dan hukum di Aceh Barat Menjadi Tumpul

Oleh
Koordinator GeRAK Aceh Barat Edy Syahputra, Foto (Net)

Aceh Barat, Asatu.top - Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK Aceh Barat) mendukung upaya penuntasan terhadap kasus yang pernah dilakukan penyelidikan oleh pihak penegak hukum Polres Aceh Barat dan Kejaksaan Negeri Aceh Barat. Selasa 6 Juli 2021

Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Saputra, pada rilisnya mengatakan bahwa Penuntasan kasus yang pernah dilakukan penyelidikan tersebut menjadi penting untuk memberikan rasa keadilan kepada mereka yang dicurigai atau diduga telah melakukan tindakan melawan hukum terhadap beberapa pekerjaan yang sumber anggarannya berasal dari Negara.

"Seperti Perkara Proyek Pembangunan Jalan Lintas Meulaboh-Tutut (Otonomi Khusus) Tahun 2017 dengan nilai anggaran mencapai Rp 5,7 miliar dari dana otonomi khusus (otsus), dengan pemenang tender yaitu PT Citra Karsa dan sebagaimana diketahui bahwa pengusutan proyek itu saat ini sudah ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat setelah berkoordinasi dengan Polres Aceh Barat".

"Sorotan lainnya bagi kami adalah proyek yang juga menggunakan uang negara, yaitu Pekerjaan Peningkatan Jalan Batas Pidie – Meulaboh Dengan Sumber Dana Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2019". Ungkap edy.

Diketahui bahwa proyek peningkatan jalan tersebut berada di kawasan Lancong dan Sarah Perlak, Kecamatan Sungai Mas.

Sejak awal pihak GerRAK Aceh Barat menduga ada ketidak beresan atas pelaksanaan proyek tersebut, sehingga menurut Koordinator GeRAK Aceh Barat pihaknya menilai adanya potensi kerugian negara, dimana paska pembangunan atau membuatan tidak lama kemudian dibeberapa titik berlubang dan rusak.

"Dari informasi yang kami dapatkan bahwa pekerjaan ini dilaksanakan oleh PT. GRAMITA EKA SAROJA dengan satuan kerja berada dibawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh dengan nilai anggaran Rp. 14 miliar 780 juta. Artinya, kami mencatat ada uang yang mencapai puluhan miliar telah terpakai dan digunakan namun dengan kualitas pekerjaan proyek sangat buruk". Tegas Edy Saputra.

Menurut Edy Saputra, terakhir bahkan pihaknya sudah pernah melaporkan hal tersebut kepada Komisi Kejaksaan (KOMJAK) Republik Indonesia pada 15 Oktober 2020, dan kemudian mendapatkan surat balasan 16 November 2020.

Namun hingga saat ini, pasca mendapatkan surat balasan tersebut, pihaknya tidak melihat proses upaya penegakan hukum yang adil dan kemudian mendapatkan titik terang atas dugaan telah terjadinya kerugian terhadap keuangan negara dalam perkara proyek tersebut. Atas dasar itu, GeRAK Aceh Barat mempertanyakan perihal keberadaan KOMJAK RI selaku Lembaga pengawas, pemantauan, dan penilaian terhadap abdi negara (Jaksa) dalam melaksanakan tugasnya.

"Ini menjadi preseden buruk ditengah-tengah koar “perang” terhadap korupsi di republik ini, khususnya di wilayah hukum Aceh Barat, atas dasar itu, kami menduga bahwa ada sesuatu hal yang sedang berlansung dan dipraktekkan oleh abdi negara, padahal kasus ini sudah berlansung lama dan dari tahun ke tahun".

"sehingga kesan yang kami tangkap dan kami duga adalah praktek “buruk” dan hukum di Aceh Barat menjadi tumpul, Jadi kami mengingatkan, bahwa sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan telah mengatur tugas dan wewenang Kejaksaan, sesuai fungsinya, Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka terutama pelaksanaan tugas dan kewenangan di bidang penuntutan dan melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang".

"Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Dalam Pasal 30, tugas dan wewenang tersebut disebutkan mempunyai tiga bidang. Seperti Pidana, Perdata dan Tata Usaha Negara, dan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan tentang peningkatan kesadaran hukum bagi masyarakat. Tegas koordinator GeRAK Aceh Barat tersebut.

Atas hal tersebut, pihak GeRAK Aceh Barat mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk mengambil alih kasus dugaan korupsi dalam proyek Jalan Meulaboh-Tutut, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat, dan melakukan proses pemeriksaan terhadap mereka yang diduga melanggar sumpah dan jabatan atau tindakan indisipliner terhadap kasus yang tak ditemukan titik terang penegakannya.

"Satu kasus yang patut kami sebutkan, bahwa awalnya kasus tersebut telah kami laporkan ke Polres Aceh Barat (Proyek Pembangunan Jalan Lintas Meulaboh-Tutut dengan sumber Otonomi Khusus Tahun 2017. Kemudian kasus tersebut diambil alih oleh Kejari Aceh Barat, namun hingga kini belum diketahui sejauh mana kasus itu berjalan".

"Setahu kami dan tercatat dan sebagaimana disebutkan dalam media, Kejari Aceh Barat sudah pernah memanggil rekanan untuk diperiksa, namun hingga kini kemudian tidak ada kabar lagi sudah sampai sejauh mana kasus itu". Pungkas Edy Saputra.

Komentar

Loading...