Diduga Pengawasan Tidak Maksimal, Kualitas Proyek Tahun 2019 di Aceh Barat Buruk!

Oleh

Aceh Barat, Asatu.top - Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra menyatakan bahwa realisasi pelaksanaan proyek dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Barat Tahun 2019 dengan nilai SEBESAR RP.1.399.139.190.532,32 atau 98,16 % dari yang ditargetkan yaitu sebesar Rp. 1.425.410.708.131,00 tentunya patut diberi apresiasi.

Namun, paska melakukan monitoring lapangan berdasarkan laporan awal masyarakat terhadap sejumlah proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari APBK murni dan juga Otonomi Khusus (OTSUS) Kabupaten/Kota, menemukan sejumlah proyek yang kualitasnya diduga buruk dan atas hal tersebut meminta agar para satuan kerja yang berada dimasing-masing dinas terkait untuk lebih bekerja ekstra ditahun anggaran berikutnya, terutama dalam melakukan proses pemantauan terhadap mutu atau kualitas pekerjaan tersebut.

Beberapa temuan Gerak dilapangan, bila dilihat dari mutu, dan kualitas pekerjaan (fisik) bangunan diperlukan pengawasan yang lebih maksimal ketika pekerjaannya dilakukan dilapangan. Apa yang kita sampaikan dasarnya adalah berawal dari laporan warga atau masyarakat dan kemudian disesuaikan dengan data dan fakta dilapangan yang kita temukan dilapangan.

Selain itu. Tentunya, kita mendesak pihak DPRA yang telah melakukan peninjauan kelapangan terkait proyek Otonomi Khusus di Barat-Selatan Aceh, dan khususnya di Kabupaten Aceh Barat untuk tetap konsisten dan clear bila kemudian menemukan sejumlah proyek yang dalam proses pelaksanaan pekerjaannya dilapangan ditemukan indikasi kerugian negara atau potensi adanya mark up proyek pekerjaan untuk kemudian diteruskan kepada penegak hukum. Begitu juga terhadap pihak anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat yang kemudian juga melakukan pemantauan dilapangan.

Artinya kalau ada temuan harus diteruskan ke Aparat Penegak Hukum (APH), seperti pembentukan tim Panitia Khusus (Pansus) terhadap Rumah Sakti Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh namun, dari berbagai hasil temuan tersebut tidak dibacakan atas hasil akhir dari rekomendasi Tim Pansus tersebut. Padahal tujuan awal pembentukan Pansus tersebut yaitu bertujuan untuk memperbaiki rumah sakit daerah yang sedang mengalami “sakit.”

Berharap, agar sebagai wakil rakyat, DPRA dan DPRK harus tetap konsisten menjadi motor penggerak aspirasi rakyat dan juga berbicara secara jujur dan amanah kepublik, apalagi berbicara dalam konteks hukum. Kita mengingatkan, bahwa temuan-temuan tersebut, nantinya jangan sampai dijadikan sebagai bergaining politik dengan kepala pemerintahan.

Hal lain yang patut dilakukan, dengan anggaran yang besar tersebut, maka pihak DPRA dan DPRK perlu mendorong kejelasan anggaran yang terbuka, transparan, akutanbel dan bisa diakses oleh publik, kemana saja anggaranmya dialokasikan, berapa anggarannya, dan siapa penerima manfaatnya, ini harus terbuka ke publik, kami mengingatkan bahwa ini adalah anggaran publik dan siapapun berhak mengetahuinya, dan tanpa terkecuali, karena anggaran ini bukan milik perorangan (kepala daerah) atau milik anggota dewan, dan atau juga milik kelompok tertentu!

Harapannya adalah, anggota DPRK selaku wakil rakyat di parlemen jangan hanya duduk santai dan manis. Tapi harus bekerja keras mengawasi penggunaan dana publik.
Realisasi Anggaran Tahun 2019 dan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan oleh BPK Perwakilan Aceh

Berdasarkan data dokumen anggaran dan laporan dari masyarakat, GeRAK Aceh Barat mencatat ada sekitar 30 milyar 893 juta yang di duga bermasalah, baik sumber anggarannya APBK Aceh Barat murni dan juga Otsus Kabupaten/Kota. Dimana anggaran tersebut tersebar disektor konstruksi (pembangunan) fisik jalan, gedung, pengadaan bibit dan pembangunan mess guru.

Dan Gerak Aceh Barat menemukan ketidak beresan dan menduga timbulnya kerugian terhadap negara dalam berbagai proyek tersebut, ditambah lagi ada beberapa paket pekerjaan tersebut hingga kini belum difungsikan atau dimaksimalkan dengan baik kegunaannya.

Adapun proyek yang di duga asal-asal dan kurang maksimalnya pengawasan dalam pekerjaan dilapangan dan berada dibawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Aceh Barat yaitu Proyek pekerjaan Peningkatan Jalan Suak Raya dengan nilai anggaran Rp. 1 miliar 891 juta dikerjakan oleh CV. SEGITIGA JAYA UTAMA, kemudian Peningkatan Jalan Penghubung Lokasi Alue Keumuneng Ke Karang Hampa dengan nilai anggaran Rp. 1 miliar 967 juta yang dilaksanakan oleh PT. SABENA KARYA MANDIRI, kemudian Peningkatan Jalan Pulo Teungoh - Jambak – Sikundo dengan nilai anggaran Rp. 3 miliar 202 juta yang dikerjakan oleh CV. MEUDANG JAYA, dan Peningkatan Jalan Batas Pidie – Meulaboh dengan satuan kerja berada dibawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh dengan nilai anggaran Rp. 14 miliar 780 juta yang dikerjakan oleh PT. GRAMITA EKA SAROJA.

Hasil temuan dilapangan terhadap sejumlah paket yang berada dibawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Aceh Barat, saat ini ditemukan sejumlah keretakan atas pekerjaan jalan dan talud tersebut, selain itu sepanjang kurang lebih 15 meter jalan mengalami penurunan badan/bodi jalan yang mengakibatkan keratakan memanjang. Temuan lainnya ada beberapa titik terjadinya longsoran.

Kemudian yang berada dibawah Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Barat, yaitu Pembangunan Mess Guru di Daerah Terpencil dengan nilai anggaran Rp. 2 miliar 320 juta dan dikerjakan oleh CV. JAYA ANDESMON. Berikutnya berada dibawah satuan kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat yaitu Pembangunan Pagar Rumah Sakit NAPZA Kec. Kaway XVI dengan nilai anggaran Rp. 927 juta yang dikerjakan oleh CV. DZUHA PUTRA, kemudian Pembangunan Pagar Rumah Sakit Jiwa (RSUJ) di Kec. Kaway XVI dengan nilai anggaran Rp. 1 miliar 315 juta yang dikerjakan oleh CV. EIGA GERBINA UTAMA, kemudian Pembangunan Mess Rumah Sakit Jiwa (RSUJ) Kec. Kaway XVI dengan nilai anggaran Rp. 1 miliar 601 juta yang dikerjakan oleh CV MUFAKAT.

Selanjutnya paket pekerjaan yang berada dibawah satuan kerja Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Aceh Barat yaitu Peningkatan Jalan Perkebunan Paya Toh Adih Gp. Meunasah Rayeuk Kec. Kaway XVI dengan nilai anggaran Rp. 254 juta yang dikerjakan oleh CV. KARYA WAJA DUA dan Pengadaan Bibit Pinang (Kab. Aceh Barat) dengan nilai anggaran Rp. 2 miliar 631 juta dan dikerjakan oleh CV. MEGA RAYA PERSADA dengan nomor kontrak 525/511/SP/DISBUNNAK/DTU/VI/2019 dengan harga perbatangnya yaitu sebesar Rp. 9.685,- (Sembilan Ribu Enam Ratus Delapan Puluh Lima Rupiah), kami menduga adanya ketidakberesan dalam pengadaan bibit pinang tersebut dan untuk itu pihak penegak hukum perlu melakukan pemanggilan terhadap dinas dan kontraktor pelaksananya.

Selain itu, berdasarkan hasil dokumen yang Gerak Aceh barat terima, yaitu berkaitan dengan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Aceh Barat yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Aceh buku ke II, lembaran ke 11, halaman 6 dari 24, diketahui terdapat SKPK yang tidak melengkapi Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NHPD) dalam penyaluran hibah barang atau jasa, dimana pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah menganggarkan belanja hibah berupa barang atau jasa sebesar Rp. 28 miliar 188 juta dengan realisasi anggaran Rp. 26 miliar 650 juta atau 94,54% dari anggaran.

Adapun daftar SKPK yang tidak melengkapi NHPD dalam penyaluran hibah yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perdagangan, Dinas Perkebunan dan Peternakan, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup.

Bahwa apa yang disebutkan mengacu kepada aturan Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya ketentuan Pasal 293 dan Pasal 330 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan amanat untuk mengatur Pengelolaan Keuangan Daerah dengan sebuah Peraturan Pemerintah.

Dimana pada tanggal 6 Maret 2019, Presiden Joko Widodo telah menetapkannya dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Selain itu gerak Aceh Barat sambung Koordinator Edy Edy Syahputra, juga menemukan anggaran sebanyak Rp. 3.2 miliar menunjukkan kesalahan klasifikasi pengganggaran pada Tiga SKPK, yaitu pada RSUD CND Meulaboh sebesar Rp. 425 juta (ketidaksesuai pengganggaran), Dinas Kelautan dan Perikanan Rp. 927 juta(kesalahan penempatan kode rekening), dan Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah Rp. 1.8 miliar (ketidak sesuaian penganggaran). Sepatutnya hal ini diperlukan ketelitian dalam verifikasi penginputan data dan untuk tahun anggaran berikutnya kami meminta agar dinas manapun untuk lebih berhati-hati dalam pengecekan ulang/verifikasi secara berjenjang melalui Kepala Sub Bidang Penyusunan Anggaran.

Artinya, bila digabungkan berdasarkan hasil temuan lapangan terhadap sejumlah proyek pekerjaan yaitu Rp. 30 miliar 893 juta ditambah hasil temuan BPK yaitu sebesar Rp. 28 miliar 188 juta terkait dengan belanja hibah, dan ditambah dengan kesalahan klasifikasi pengganggaran dengan nilai sebesar Rp. 3.2 miliar, maka total anggarannya yaitu Rp. 62 miliar 281 juta.

Atas hal tersebut, GeRAK Aceh Barat mendorong agar pimpinan daerah untuk mengingatkan masing-masing SKPK agar benar-benar melakukan penerapan yang professional, terutama dalam melakukan pengelolaan anggaran yang lebih transparan, 26 Agustus 2020.

Komentar

Loading...