Cek Bay : Praktek Ilegalogging dan Perluasan Lahan perkebunan Salah Satu Faktor Banjir

Oleh

Aceh Utara, Asatu.top - Banjir seakan menjadi langganan di negeri ini , khusus nya Aceh Utara sendiri , bagaimana tidak berdasarkan data yang diperoleh media ini pada bulan Juni lalu di kecamatan Lhoksukon dan Cot Girek sendiri sudah terjadi tiga kali banjir dalam seminggu , yang disebabkan karena tingginya intensitas hujan dan banjir kiriman dari bener meriah hingga menyebabkan Krueng Peutoe meluap serta jebolnya tanggul penahan krueng peutoe di beberapa titik tepatnya di desa dayah LT kecamatan Lhoksukon kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan data dari Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), dikutip dari merdeka.com 31 Januari 2020 lalu, hutan tutupan luas di Aceh yang kini tersisa pada tahun 2019 seluas 2.989.212 hektar. Setiap tahun terus bertambah penyusutan, meski setiap tahun berlalu kerusakan diperbaiki, namun kerusakan hutan masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah Aceh sekarang untuk terus meningkatkan angka penghancuran lingkungan.

Pada 2019 Aceh Tengah masih menentukan peringkat pertama terjadi kerusakan hutan mencapai 2.416 hektare. Disusul peringkat kedua Kabupaten Aceh Utara (1.815 ha) dan Aceh Timur (1.547 Ha).

Secara umum, kata Agung, sekitar 60 persen tutupan hutan yang terjadi di Kawasan Hutan, berdasarkan SK / MenLHK No. 103 / Men-LHK-II / 2015 serta SK / MenLHK No. 580 / Men-LHK II / 2018), dan 40 persen lainnya terjadi di Areal Penggunaan Lain (APL).

Kondisi yang sama juga terjadi di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Aceh memperbaiki kerusakan. Meskipun pada tahun 2019. Angka kerusakan pada tahun 2018 adalah sebesar 5,685 Ha, menurun penurunan pada 2019 sebesar 5,395 ha, menurun 290 ha dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

"Dalam 5 tahun terakhir, Yayasan HAkA memperbarui tutupan hutan KEL melalui citra satelit, tahun 2019 adalah tahun terendah untuk laju deforestasi KEL," sebut Agung.

Sementara itu Sekretaris Yayasan HAkA, Badrul Irfan menjelaskan, dampak dari berkurangnya tutupan angka hutan di Aceh. Seperti banjir bandang, longsor dan kekeringan.

Menanggapi hal tersebut Ketua Komisi IV DPRK Aceh Utara Nasrizal atau lebih akrab disapa Cek Bay dari Fraksi Partai Aceh (PA) mengatakan banjir yang terjadi di kecamatan Lhoksukon dan Cot Girek beberapa waktu lalu bukan semata terjadi karena jebolnya tanggul Krueng Peutoe , tapi lebih erat terjadi karena faktor faktor alam lainnya.

"saat ini posisi hutan lindung kita sudah tercemar, maka dalam mengatasi ini sebetulnya butuh upaya dan pihak-pihak terkait. Misalanya praktek Ilegal logging yang terjadi di atas dan juga termasuk salah satunya juga masalah penebangan atau pembukaan lahan perkebunan, yang mungkin tanpa izin dari pada pihak pemerintah", Ucap Cek Bay.

Maka diharapkan juga kepada pihak terkait mengenai masalah Ilegal logging, pembukaan lahan baru , harus ditindak lanjuti oleh pemerintah dan termasuk dinas terkait .

Dan kalau ini tidak di tindak lanjuti Maka dampak bencana pun terjadi dikala hutan di atas sudah habis kita tebang, maka siapa yang rugi , ya Aceh Utara juga ? Kata cek Cek Bay, yang juga putra Cot Girek.

Menurutnya dampak lainnya juga sangat besar, karena bukan hanya wilayah Krueng Peutoe saja yang merasakan banjir, dan bila di sini kita merasakan banjir , otomatis kota Lhoksukon sebagai mana kita ketahui juga sebagai ibu kota kabupaten juga akan ikut merasakan dampak musibah banjir.

"disini saya tegaskan dimana kalau ada informasi terkait perambahan hutan atau ilegalogging , baik kepada pihak lingkungan maupun penegak hukum, supaya menindaklanjuti atas setiap informasi, jangan nanti berimbas kepada masyarakat yang dibawah", Ucap Cek Bay seraya mengatakan bahwa hal ini disampaikan nya sebagai wakil rakyat di parlemen.

Komentar

Loading...