Akan Tiba Saatnya, Aku Membalas

Oleh
Nursyarina

Asatu.top - Banjir Seuhom Lhoong, banjir bandang di Aceh tengah, dan berbagai musibah lainnya telah membuka mata kita bahwasanya alam sudah tidak ramah lagi. Alam mulai marah, bencana alam terjadi di seantero negeri ini. Rakyat berada dalam penderitaan dan kenestapaan. Harta benda yang dikumpulkan bertahun tahun, bekerja dengan giat yang terkadang tidak menghiraukan diri sendiri ludeh begitu saja. Jalan-jalan yang dibangun dengan uang rakyat rusak, arus ekonomi terganggu, dan penyakit yang mewabah.

Apa yang masih bisa kita banggakan sekarang?. Alam kita yang dulunya sangat kaya dengan kekayaannya kini telah dieksploitasioleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa peduli akan nasib rakyat kecil yang juga bergantung pada alam yang telah mereka rusak. Bukannya memberi sumbangsih yang dibutuhkan rakyat, tapi mereka malah memberi penderitaan kepada rakyat. Hutan kita telah digunduli.

Hutan dieksploitasi dan dialihfungsikan menjadi menjadi lahan perkebunan, atau bahkan di gunakan untuk mengeruk kekayaan alamnya dengan dijadikan pertambangan. Setiap proyek dan pembangunan sudah tidak lagi mengikuti ketentuanan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL), bahkan dokumen AMDAL pun dapat dimanipulasi demi kepentingan rupiah.

Seabrek bencana yang melanda negeri ini tampaknya menjadi hukuman bagi Indonesia sebagai bangsa yang tidak mampu mengelola alamnya sendiri. Setiap benca yang timbul buka bencana yang dikirimkan tuhan. Tuhan Yang Maha Kuasa sudah terlalu baik kepada kita dengan menjadikan negeri kita sebagai negara tropis dengan kekayaan alam hayati luar biasa. Namun kini semuanya (hampir) musnah.  Kekayaan alam dikeruk habis-habisan. Dijual dengan harga yang murah demi kepentingan kelompok-kelompok tertentu.

Masyarakat kini terkenal semakin matrealistis karena mengejar materi dengan cara-cara yang terkadang tidak diridhoi alam. Sudah tidak adalagi persahabatan antara manusia dan alam. Manusia tidak lagi peduli dengan alam, mereka merusaknya dengan dalih untuk pertumbuhan ekonomi. Maka tak diherankan apabila gerimis sedikit, berubah menjadi banjir dan badai yang mengerikan.

Sepertinya ada kesalahan pada cara berpikir di benak para pejabat pemerintah, pengusaha, dan akademisi. Mereka selalu berdalih bahwa itu semua untuk kemajuan ekonomi Indonesia. Nyatanya?. Hanya setetes kecil yang dilimpahkan ke rakyat, keuntungan yang besar dikeruk habis-habisan oleh mereka. Ilmu ekonomi yang diajarkan dikampus kita adalah ilmu ekonomi yang materialistis, sekularistis, rasionalistis, dan egoistik. Sehingga dogma ilmu ekonomi baratlah yang mendorong manusia untuk mengejar kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan orang lain. Bahkan parahnya lagi, terkadang nilai-nilai agama pun sudah tidak lagi dianggap penting karena tidak memiliki nilai ekonomi. Pancasila agaknya hanya menjadi slogan, sementara sumberdaya alam terus-terus di eksploitasi oleh para pemburu.
Saat bencana melanda Indonesia, apa yang dikatakan oleh pemerintah?. Ini adalah perubahan alam, elnino, dan lain sebagainya. Namun apakah ini akar utamanya?. Bukan, bencana tersebut terjadi karena kerakusan manusia.

Tuhan amat mengasihi hamba-Nya. Tuhan sudah sedari lalu mengingatkan bahwa kerusakan yang tejadi di bumi ini adalah akibat ulah manusia. Maka jangan heran jika bencana yang terjadi sekarang adalah karma yang mereka ciptakan dimasa lalu. Bencana tersebut juga agaknya menjadi pengingat bagi manusia untuk lebih mencintai alam kembali. Tuhan adalah Zat yang Maha Kasih. Ia masih menahan diri agar kerusakan di dunia ini tidak terlalu parah. Tetapi manusia terlampau pongah dan merasa bisa menguasai alam.

Cukup sudah kerusakan yang kita rasakan. Sudah seharusnya kita menyudahi semua penderitaan dan nestapa ini. mari lebih mencintai alam, karena pada saatnya nanti alam akan murka terhadap apa yang kita lakukan. Selamatkan alam, demi masa depan anak dan cucu kita dimasa depan.

Penulis :
Nama Nursyarina,
Jurusan Sosiologi Agama.

Komentar

Loading...