Program Agrowisata Skenario PT. EMM di Beutong Ateuh Banggalang

Oleh
Aksi solidaritas mahasiswa tolak tambang, PT EMM.

Nagan Raya,Asatu.top –   Pemerintah Nagan Raya telah menyusun proposal Penetapan Beutong Ateuh Banggalang Sebagai Kawasan Pedesaan Agrowisata. dari program ini dimaksudkan untuk memeratakan dinamika masyarakat dan perekonomian warga, khususnya sektor pertanian.

Kawasan agrowisata ini memadukan konsepsi pendekatan pembangunan dengan menitikberatkan pada tiga agenda kegiatan pembangunan, yaitu; pendekatan revitalisasi dan pembangunan ekonomi berbasis pada komoditas pertanian unggulan, pendekatan fungsi ruang dalam hirarki pusat pertumbuhan (desa-kecamatan-kabupaten), serta pendekatan sektoral pembangunan infrastruktur dasar.

Tindaklanjut dari proposal tersebut, mulai tanggal 23 – 29 Oktober 2018 diselenggarakan berbagai kegiatan di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, Kabupaten Garut Jawa Barat, dan di Sumedang Jawa Barat. Kegiatan ini diikuti oleh Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Nagan Raya, Setdakab Nagan Raya, Bappeda Kabupaten Nagan Raya, DPMGP4 Kabupaten Nagan Raya, Camat Beutong Ateuh Banggalang, 4 orang Geuchik dalam Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang, dan Tokoh Pemuda.

Dengan itu,  Generasi Beutong Ateuh Banggalang (GBAB) mengkritisi keras program dan kegiatan tersebut. Karena bagi masyarakat Beutong Ateuh Banggalang persoalan yang paling mendasar saat ini adalah mengusir PT. Emas Mineral Murni (PT. EMM) yang mengambil hutan dan lahan seluas 10.000 ha di Beutong Ateuh Banggalang dan dua kecamatan di Aceh Tengah.

“Untuk apa program Agrowisata, sedangkan lahan pertanian kami lebih dari 200 ha masuk dalam area izin PT. EMM Justru kami mencurigai, proposal tersebut diperuntukan dan bagian dari program sosial PT. EMM untuk melunakkan hati masyarakat agar menerima kegiatan pertambangan,” katanya  Ketua GBAB, Zakaria melalui rilisnya yang di terima Asatu.top, Sabtu, (20/10).

Sambungnya, Terlebih dalam agenda kunjungan tersebut ikut membahas terkait hubungan histori (Cut Nyak Dhien) Nagan Raya dan Sumedang Jawa Barat. Dimana selama ini, mempertahankan situs sejarah Cut Nyak Dhien bagian dari alasan menolak tambang PT. EMM.

Maka itu, GBAB mendesak  kepada 4 orang Geuchik dalam Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang untuk tidak menghadiri kegiatan tersebut. GBAB mengkhawatirkan kehadiran 4 orang Geuchik dalam acara tersebut menjadi ruang negosiasi dengan PT. EMM untuk menerima tambang, dimana saat ini seluruh masyarakat di empat desa yang dipimpin geuchik tersebut telah menandatangani petisi penolkan tambang.

“Kami juga mencurigai kegiatan tersebut hanya sebagai modus untuk mendapatkan tandatangan geuchik terhadap dokumen tertentu yang dapat memuluskan kegiatan tambang PT. EMM. Terlebih dalam proses AMDAL PT. EMM ditemukan fakta adanya manipulasi dokumen dan tandatangan masyarakat,” sebutanya.

Bagi GBAB,   Program pembodohan yang sedang dimainkan oleh pemerintah Kabupaten Nagan Raya. Bagaimana bisa, dicanangkan program Agrowisata sedangkan sebagian besar lahan pertanian masyarakat masuk dalam area izin PT. EMM.

“Ini program pembodohan yang ketiga kalinya, yang pertama 30% kawasan Beutong Ateuh Banggalang “dijual” kepada PT. EMM oleh Kementerian ESDM, dan yang kedua pada awal tahun 2018 Beutong Ateuh Banggalang dicetuskan sebagai Kampung Siaga Bencana (KSB) oleh Kementerian Sosial. Sudah tahu Beutong Ateuh Banggalang sebagai kawasan rawan bencana, kenapa juga diberikan izin tambang di situ. Tentunya dibalik kejanggalan ini ada skenario perusahaan yang tidak diketahui  pemerintah Nagan Raya,”

GBAB meminta pemerintah Nagan Raya untuk tidak mencanangkan program tipu daya atas kepentingan perusahaan. Yang harus difokuskan sekarang adalah menindaklanjuti sikap masyarakat yang telah disampaikan dalam kunjungan tempo hari ke Beutong Ateuh Banggalang, yaitu merekomendasikan pencabutan izin PT. EMM. Juga kepada 14 orang anggota DPRK Nagan Raya yang telah menandatangani petani penolakan dalam aksi massa 15 Oktober 2018 kemarin untuk menindaklajuti isi petisi tersebut.

Massa memberikan waktu dalam tempo 10.000 menit, artinya satu menit berharga satu hektar, sampai hari ini sudah berjalan 6.000 menit lebih dan belum terlihat tanda-tanda tuntutan tersebut ditindaklanjuti, termasuk janji DPRK akan membawa masalah PT. EMM ke Banmus. PT. EMM juga harus segera meninggalkan Beutong Ateuh Banggalang,  karena lokasi izin operasi produksi berada di Kecamatan Beutong, bukan di Beutong Ateuh Banggalang.

Komentar

Loading...