“Andai Aku Menantu Irwandi”

Oleh
Ilutrasi

Asatu.top - MENYAKSIKAN pernikahan Latifa Dara Meutuah, putri Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, dengan Zakiul Fuady mengingatkan  kita dengan pernikahan Raisya dan Hamish Daud Wyllie. Saat itu, publik yang melek terhadap berita selebritas menyebut pernikahan itu sebagai Hari Patah Nasional. Pernikahan itu mungkin bisa disebut-sebut sebagai Hari Patah Hati se-Aceh.

Pasalnya bukan hanya karena Dara adalah anak orang nomor satu di Aceh. Yang membuat iri banyak anak muda yang ingin menikah, karena sudah cukup umur dan matang, adalah orang tua Dara. Seperti dikutip dari Serambi Indonesia, Irwandi dan Darwati tak pernah menentukan jumlah mahar yang akan diserahkan Zaki kepada Dara.

Keluarga Zaki hanya dipesankan untuk memberikan mahar semampunya saja. Bukan karena meminang anak seorang gubernur, mahar haruslah bernilai tinggi. Pernikahan Zaki dan Dara membalikkan banyak anggapan tentang sulitnya menikahi dara Aceh. Pasti banyak remaja pria yang berujar dalam hati, "andai aku jadi menantu Irwandi."

Ihwal mahar tinggi yang ditetapkan saat hendak menikahi seorang dara Aceh sepertinya sudah menjadi rahasia umum. Nilainya mulai dari tiga mayam emas hingga 50 mayam emas. Biasanya ini ditentukan oleh pendidikan, nasab, dan kecantikan calon pengantin perempuan. Makin berkualitas, semakin tinggi mahar yang ditetapkan pihak keluarga perempuan.

Meninggikan jumlah mahar mungkin ditujukan untuk mengukur keseriusan si mempelai pria. Namun sering kali menjadi hal yang memberatkan. Bahkan membawa-bawa marwah keluarga. Mahar rendah dinilai menjatuhkan martabat, demikian pula sebaliknya. Padahal tak ada korelasi. Karena yang dibutuhkan adalah keridaan keduanya.

Di tengah gejolak darah muda, menikah adalah cara untuk membebaskan sepasang anak manusia dari berzina. Namun mahar yang terlalu tinggi jelas membenani anak-anak muda yang ingin memulai kehidupan baru di jalan yang diridai oleh Allah SWT dan rasulnya.

Apalagi, kondisi perekonomian Aceh saat ini benar-benar mengkhawatirkan. Kenaikan harga akibat naiknya harga bahan bakar minyak dan listrik, jelas semakin memberatkan. Ditambah lagi banyak anak muda yang menganggur karena tak ada industri yang mempekerjakan mereka. Jangankan untuk menabung dan menikah, sekadar mencukupi kebutuhan diri sendiri saja cengap-cengap.

Serapan anggaran juga buruk. Sama buruknya dengan waktu pengesahan yang molor. Pemerintah tak punya strategi khusus untuk mendongkrak perekomonian yang stagnan ini. Pemerintah Aceh gamang padahal daerahnya punya banyak potensi yang bisa dimaksimalkan. Apa lacur, Pemerintah Aceh seperti kehilangan kreativitas saat dibutuhkan untuk mengatasi persoalan ekonomi ini.

Investor juga tak kunjung masuk karena terlalu banyak beban ekonomis yang harus mereka keluarkan untuk berusaha di Aceh. Padahal, dengan sedikit sentuhan, pemerintah dapat mendorong masyarakat meningkatkan hasil pertanian, kelautan atau perkebunan dari sekadar produk mentah menjadi sesuatu lebih bernilai.

Pemuda usia produktif harus diberikan pekerjaan agar mereka merasa bermanfaat dan tidak menjadi penyakit yang menggerogoti sendi kehidupan sosial. Tak mungkin semua pemuda bisa menikahi anak gubernur, tapi gubernur bisa  membantu mereka merancang impian berumah tangga jika saatnya tiba.

Komentar

Loading...