Kondisi Pendidikan Aceh

Oleh
Ilutrasi

Banda Aceh, Asatu.top - Kalau kita cermati secara seksama, pendidikan Aceh saat ini masih terdapat banyak masalah yang butuh penanganan segera dan serius untuk mendongkrak kualitas mutu pendidikan di sekolah. Kenyataan ini sangat memprihatinkan mengingat hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan membuktikan redahnya kualitas mutu guru di Aceh secara keseluruhan sehingga berdampak pada minimnya prestasi siswa dalam melakukan persaingan pada berbagai kegiatan dan olimpiade yang diadakan baik di tingkat pusat/ Nasional maupun Internasional.

Berbagai kelemahan terkait pencapaian prestasi siswa menunjukkan indikasi kurangnya kualitas diri siswa secara baik. Terdapat banyak siswa siswi di Aceh yang mencerminkan lemahnya kapasitas knowledge untuk bersaing di tingkat regional nasional dan intenasional. Permasalahan ini disebabkan oleh tingkat perolehan kesempatan belajar pada sekolah bermutu sangat terbatas sehingga kurang mendapatkan porsi pendidikan yang sesuai dengan standar nasional dan internasional. Kondisi ini menyebabkan siswa tidak memperoleh SDM yang baik, yang dapat menunjang dalam  bersaing baik secara regional, nasional dan internasional. Para siswa siswi di Aceh hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Persoalan rendahnya kemampuan analisis siswa juga dalam pembelajaran siswa sangat terbiasa dengan menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Model pembelajaran demikian tentu terkadang diterapkan sejak mereka masuk sekolah dasar hingga perguruan tinggi, yang akhirnya menghambat proses dan cara berfikir siswa siswi yang cenderung berpikir dengan menghafal dan jarang sekali menggunakan penalaran. Akibatnya adalah keterbatasan siswa bersaing dalam memperoleh akses pendidikan di perguruan tinggi bergengsi untuk melaksanakan studi lebih lanjut. Kebanyakan siswa lebih memilih melanjutkan kuliahnya di daerah demi memperoleh gelar sarjana. Sangat sedikit yang memiliki minat dan peluang memasuki perguruan tinggi di luar Aceh, seperti UI, UGM, ITB atau kampus luar negeri lainnya.

Mencermati permasalahan tersebut Semsuardi, MA selaku ketua LP2A menjelaskan bahwasanya pengadaan berbagai kegiatan pelatihan yang dilakukan selama ini dengan menghabiskan anggaran ratusan milyar tentu perlu dievaluasi kelemahannya, mengingat kegiatan pelatihan yang diadakan belum menjawab persoalan. Hasil uji kompetensi guru misalnya, masih rendahnya tingkat kelulusan guru yang mengikuti UKG. Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat masih lemahnya kecakapan guru dalam menjalankan profesinya. Hal inilah yang perlu menjadi catatan semua untuk memaksimalkan berbagai kegiatan pelatihan yang diadakan secara baik dan profesional demi mewujutkan visi misi gubernur Irwandi Yusuf menuju Aceh Carong.

 Kondisi guru selama ini jika dilihat secara keseluruhan kondisi guru di Aceh masih sangat memprihatinkan dengan semakin mahalnya harga barang kebutuhan sehari-hari merupakan tambahan persoalan yang harus dihadapi guru. Kondisi ekonomi yang menghimpit, tentu akan mengurangi  semangat kerja guru dan juga mengurangi konsentrasi mereka dalam mengajar yang ikut terganggu karena persoalan kebutuhan ekonomi sehari-hari yang terus meningkat. Oleh karena itu, merosotnya semangat kerja dan konsentrasi kerja guru merupakan ancaman langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan. mutu pendidikan akan berhasil jika semua komponen sekolah seperti kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua murid dapat bekerja sama dengan baik, antara lain guru yang berkualitas dan siswa yang memiliki motivasi untuk belajar sehingga proses belajar mengajar akan berhasil.

Mencermati persoalan di atas, Samsuardi, MA selaku ketua lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A)  lebih menekankan perlunya meningkatkan kualitas profesionalisme guru untuk meningkatkan mutu kualitas kelulusan siswa. Kesejahteraan guru perlu diwujudkan sebagaimana amanah UU Pasal 10 tentang Guru dan Dosen yang menyebutkan bahwa guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi : gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. UU No. 14 Tahun 2005 mengenai guru dan dosen, merupakan salah satu upaya yang bisa dilaksanakan pemerintah secara konsisten dalam meningkatkan profesionalisme guru melalui peningkatan kesejahteraan atau atau perbaikan kualitas taraf hidup ke arah yang lebih baik.

Di lain pihak, Dr. Murni, M.Pd selaku sektaris Umum LP2A juga menyoroti masih terjadi disparitas perlakuan pendidikan antara anak di perdesaan dengan anak yang memperoleh pendidikan diperkotaan. Anak perkotaan memiliki fasilitas ruang full  AC, fasilitas perpustakaan yang memadai, ruang lab yang respresentatif, serta SDM guru yang mumpuni, tentu ini tidak sama dengan siswa yang bersekolah di kampung-kampung. Mereka serba tertinggal, baik dari sisi SDM guru, fasilitas sarana prasarana, serta akses mengikuti kursus demi menunjang kualitas belajarnya. Termasuk masih terjadinya disparitas pendistribusian guru yang belum merata dan mayoritas guru yang masih tersentral di kota-kota juga mengakibatkan kekurangan guru di daerah-daerah tertentu. Kondisi lain pendidikan Aceh menurut Dr, Murni, M.Pd, adalah masih terjadi ketimpangan dalam memberikan prioritas perlakukan antara pendidikan dikawasan pantai Barat Selatan Aceh di bandingkan kawasan pantai Timur, dan Utara Aceh. Hal ini terlihat misalnya dari berbagai kebijakan yang diberikan termasuk tupoksi pembagian anggaran yang tidak berimbang dan terkesan diskriminatif. Oleh karena itu perlunya pemerataan pada aspek perumusan kebijakan pendidikan sehingga tidak lagi terjadi disparitas antara sekolah diperkolaan dengan pedesaan dan antara pelayanan pendidikan pantai Barat selatan Aceh dibandingkan wilayah kawasan Pidie, Timur, Tengan dan Utara Aceh.

Komentar

Loading...