ACSTF: Talik Ulur Pengesahan APBA dan Penyelesaiannya

Oleh
Ilustrasi, (ist)

Aceh, Asatu - Tarik ulur antara Eksekutif dan Legislatif dalam Pengesahan APBA bukan merupakan barang baru di Aceh.

Skenario yang sama juga terjadi pada Pengesahan APBA Tahun 2004 Pada Bulan April 2004, Pengesahan APBA 2007 pada bulan Juni 2007, Pengesahan APBA 2016 Pada Bulan januari 2016 dan Pengesahan APBA 2017 Pada bulan Januari 2017.

Padahal, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) jauh-jauh hari sudah mengingatkan agar seluruh daerah dapat mengesahkan APBD 2018 selambat-lambatnya pada 30 November 2017.

Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 312 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa Kepala Daerah dan DPRD Wajib menyetujui bersama Rancangan Perda (Qanun) tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.

Menurut Secretary General Aceh Civil Society Task Force (ACSTF), Hermanto, selain berdampak pada perputaran ekonomi masyarakat, keterlambatan Pengesahan APBA 2018 akan menghambat pembangunan di Aceh.

“Harusnya baik eksekutif dan legislatif saling menghilangkan egonya masing-masing dan lebih mementingkan kepentingan masyarakat Aceh. Eksekutif dan legislatif baiknya membangun komunikasi yang lebih intens baik Eksekutif yang diwakili dengan TAPA dan Legislatif yang diwakili oleh Banggar DPRA, baik formal maupun Informal demi kepentingan hajat hidup orang banyak dan mengedepankan solusi dari tersumbatnya kebijakan Pengesahan APBA 2018,” ujar Hermanto dalam rilisnya, Kamis, (25/1).

Kiranya juga perlu dilihat apakah materi yang disusun oleh Eksekutif sudah memuat visi dan misi Gubernur dan bagi DPRA sendiri dalam hal pelaksanaan fungsi Budgeting dan pengawasan R-APBA, serta apakah Materi RAPBA tersebut sudah sesuai dengan visi dan misi Gubernur.

“Jangan kemudian menimbulkan spekulasi anggaran dan konflik kepentingan. Dengan konflik kepentingan anggaran antara Eksekutif dan Legislatif akan  mengganggu ‘Perdamaian Ekonomi dan Perdamaian Kesejahteraan’,” lanjut dia.

Pimpinan Partai Politik juga harus punya peran, misalnya dengan memanggil anggotanya dan menanyakan perihal masalah yang menyebabkan adanya keterlambatan Pengesahan APBA 2018. DPRA.

“Dalam hal ini, Wali Nanggroe yang merupakan lembaga yang di-tuha-kan di Aceh harus berani mengambil perannya sebagai penengah dan mengambil kebijaksanaan dalam kebuntuan yang sedang terjadi antar eksekutif dan legislatif Aceh dalam Pengesahan APBA 2018,” kata Hermanto.

Dengan adanya sinergisitas komunikasi dan komitmen para pihak dalam pembangunan Aceh, maka percepatan pengesahan APBA 2018 dan kepentingan Aceh secara publik akan terpenuhi.

Komentar

Loading...